Dari banyak tujuan wisata kuliner legendaris di sekitaran
Braga-Asia Afrika, Bandung, baru Rasa
Bakery & Café inilah yang belum pernah saya cicipi. Hingga akhirnya sebuah
unggahan instagram story kawan saya
yang menunjukan salah satu menu ice
cream-nya cukup mampu mendorong saya datang ke tempat ini.
Suasana di Rasa Bakery & Cafe |
Memang sepertinya lantaran dari sisi arsitektur bangunannya yang
terlampau modern yang membuatnya agak kurang begitu menarik dari luar. Mewah
memang, tapi justru itulah yang menjadi barrier
tersendiri bagi saya untuk mampir. Usut punya usut, kalau kata pak Katam
(Sudarsono Katam) di bukunya Produsen
Ontbijt Walanda Bandoeng, bangunan yang kini Rasa Bakery & Café tempati ini adalah hasil perombakan
besar-besaran pada tahun 60-an dan tahun 90-an. Sebelum dirombak, tempat ini dikenal
dengan nama Hazes. Entah cita rasanya
masih sama atau tidak, tapi sisi jadul
lah yang mereka coba jual di sini.
Sambutan ramah pramuniaga berkebaya, serta keberadaan
rombongan customer ibu-ibu berambut mengembang 20 cm dari dahi, seolah
mempertegas kelas positioning Rasa Bakery
& Café. Saya yang datang sehabis sesi lima keliling di Saparua tentu
saja menarik sudut mata mereka untuk menatap penuh selidik. “Ah, cuek saja sih,
kuleuheu ge da uang di dompet mah masih
sanggup jajan-jajan mah,” ujar saya dalam hati.
Setelah mengambil tempat duduk, dan mendapatkan menu, mata
saya sibuk memindai angka-angka di kolom sebelah kanan buku menu. Harganya
sebetulnya tidak terlalu mahal sepertinya untuk café zaman sekarang, Kisaran
harganya masih di Rp20.000-Rp60.000, dengan mayoritas pilihan main course-nya adalah makanan tradisional
Nusantara, mulai dari nasi goreng, soto, lontong kari, dan roti bakar. Nasi
Goreng menjadi pilihan saya, karena sebetulnya ingin membandingkan juga menu
tersebut dengan menu sarapan yang pernah saya santap di Braga Permai yang juga mempunyai kesan “kuliner legendaris yang
mahal”. Sedangkan untuk pencuci mulut, tentu saya pilih menu es krimnya yang
populer, yang range harganya ada di
sekitaran Rp30.000-an. Dan untuk minumnya saya pilih air mineral saja. Bukan
bermaksud membantah pemikiran saya tadi. Tapi sepertinya dengan menghemat air
minum, saya bisa membawa beberapa cemilan, dan jajanan tradisional untuk dibawa
pulang.
Baca juga: Tips Makan Hemat di Braga Permai
Baca juga: Tips Makan Hemat di Braga Permai
Untuk rasa nasi gorengnya, harus saya akui, rasa menu Nasi
Goreng di Braga Permai jauh lebih unik,
dan masuk ke selera saya. Namun untuk es krim, rasanya lebih enak si Tutti Fruti yang saya pesan ini. Rasanya
bukan yang bisa saya temukan di tempat makan yang pernah saya kunjungi
sebelumnya. Mungkin agak sedikit mirip dengan es krim di Sumber Hidangan, tapi saya lebih menyukai es krim Rasa Bakery & Café ini. Rasanya
lebih segar, terutama di scoop es
krim rasa frambozen atau dikenal juga
dengan nama raspberry.
Baca juga:Roti Sumber Hidangan (Het Snoephuis) Roti Warisan Bandung 1929
Baca juga:Roti Sumber Hidangan (Het Snoephuis) Roti Warisan Bandung 1929
![]() |
Menu ice cream Tutt Fruti di Rasa Bakery & Cafe |
Karena rasanya yang berkesan, saya pun kemudian membeli dua
buah ice cream cup dengan rasa frambozen yang belakangan baru saya
ketahui di kasir, harga 1 cup dengan ukuran mungkin sekitar 100 ml adalah
Rp25.000. Enak sih, tapi nggak mungkin, dan nggak mau juga beli sering-sering.
Bisa bikin jebol dompet pasti.
Selain ice cream, mereka
juga menyediakan aneka roti (yang saya beli salah satunya dengan rasa keju),
dan aneka jajanan pasar yang harganya ada di kisara Rp8.000-Rp20.000. Saya rasa
yang membuat bisnis Rasa Bakery & Café
ini berjalan dengan baik bukan dari menu main course-nya, tapi justru dari kue, roti, dan jajanan
lain-lainnya, yang mereka simpan di etalase sekitaran meja kasir. Sungguh
strategi upselling yang jitu,
terutama bila ada cukup banyak wisatawan yang datang bertandang.
0 komentar:
Posting Komentar